Social Icons

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail

Pages

Selasa, 07 Januari 2014

Anak Kecil Dan Shalat Jum'at Pertamaku

Dulu waktu kecil, saya ingat sekali setiap kali abah berangkat shalat jum'at, saya merengek pengen ikut, tapi abah selalu menolak. Entah apa alasannya., Tiba suatu Jum'at ketika saya sudah kelas satu SD atau berumur 7 tahun, saya di perbolehkan ikut  Shalat jumat. Horeeeeee!!! saya senang bukan main,Sepertinya peristiwa itu jadi pengalaman yang takkan terlupakan seumur hidup saya

Perasaan saya campur-aduk saat itu, itu adalah shalat pertama saya di masjid, maklumlah zaman dulu, masjid sangat jauh letaknya dari rumah , apalagi untuk ukuran anak kecil seperti saya. Perjalanan kemasjid di tempuh dengan berjalan mungkin jaraknya 2-3 KM. Abah dan saya duduk mungkin di sekitaran shaft 3,4,5. Abah menyuruhku untuk diam, tak boleh bicara dan ikutin semua gerakan shalat, saya manut,  dan emang Pada dasarnya saya bukan anak pecicilan tanpa disuruh diam,  saya sudah diam dan tak banyak gerak,.

Berdiri disamping kiri abah, Saat takbir/shalat dimulai, aneh rasanya!!  saya satu-satunya anak kecil ditengah shaft. ada rasa takut menyelinap dalam dada, Gelap!! iya gelap !!! karena cahaya dari luar tertutup oleh badan-bandan yang tinggi menjulang disekeliling saya.

Selesai Shalat, sampai dirumah, saya di interogasi oleh abah, beliau menanyakan apa yang di bicarakan di khutbah tadi ? perasaanku dag-dig-dug, karena saya tau, apa yang akan saya dapat kalau tidak bisa menjawab pertanyaannya.  Saya berbicara terbata-bata mengutarakan apa yang saya dengar dan saya ingat. kupikir untuk anak ukuran 7 tahun waktu itu, pertanyaan abah lumayan berat, tapi alhamdulillah bisa kujawab dengan seadanya.

Jum'at-Jum'at Selanjutnya setelah selsai shalat, saya selalu ditanya abah,  TADI KHATIB NGOMONG APA? pertanyaan abah selalu beruntun, sambung menyambung! kalau tak bisa menjawab , abah akan menjelaskan sendiri jawabannya. Setiap Jumat,  saya pun terpaksa harus mendengarkan khatib dengan seksama, mau tidak mau !  saya takut kena damprat oleh abah, karena tidak bisa merangkum khutbah jum'at.

Setelah saya dewasa, saya mengerti kenapa abah gak membawaku ke masjid, saat itu akalku tak bisa membedakan yang baik atau jelek, abah membawaku ke masjid ketika keberadaanku di masjid tidak mengganggu jamaah lain dan tidak bermain-main. Dan saya merasakan efek dari pertanyaan setiap shalat jumat, saya mengerti abah gak ingin anaknya seperti kebanyakan anak orang lain, shalat cuma main-main tak memperhatikan/mengerti apa yang dibicarakan oleh  khatib/dai.

Saya memperhatikan orang tua zaman sekarang, memang tak ada larangan dari islam membawa anak-anak kemasjid,  membawa anak-anak ke me masjid memang baik buat edukasi, tapi beliau-beliau kadang tidak memperhatikan efek dari anak-anak belum yang berakal  dibawa kemasjid.

Anak-anak yang dibawa sering berlari-lari melintas didepan orang sujud , hal itu tentu akan sangat mengganggu kekhusu'an shalat . Bagi orang yang kadar toleransinya tinggi mungkin akan memaklumi apa yang dilakukan anak tersebut. Tapi buat orang yang kadar emosinya tinggi tentu akan tidak ikhlas shalatnya di ganggu, dalam sujudnya dia mungkin menggerutu!! Lantas dosanya siapa yang menanggung? anak kecil tadi ? saya rasa bukan, orang tuanya ? bisa jadi, bisa jadi... hanya allah yang tau jawabannya.

Menurut saya, kalaupun membawa anak kecil yang belum berakal sebaiknya di shaft paling belakang atau paling samping,  resiko menggangu orang shalat bisa di perkecil. Jangan memaksakan duduk di depan atau di tengah-tengah shaft, efeknya akan sangat besar ketika anak itu berulah.

Suatu saat nanti, ketika saya punya anak, saya akan melakukan hal yang sama pada anakku seperti abah yang lakukan ke padaku. Saya akan bertanya kepada anakku, ANAKKU, COBA JELASKAN APA YANG DI BICARAKAN KHATIB/DAI TADI?




Tidak ada komentar:

Posting Komentar